DANGDUT
Dangdut merupakan salah satu dari genre seni musik Indonesia dan musik populer tradisional yang sebagian berasal dari musik Hindustan, Melayu, dan Arab. Dangdut memiliki dentuman tabla dan gendang. Dangdut juga dipengaruhi musik India melalui film Bollywood oleh Ellya Khadam dengan lagu Boneka India, dan terakhir lahir sebagai dangdut tahun 1968 dengan tokoh utama Rhoma Irama. Dalam evolusi menuju bentuk kontemporer sekarang masuk pengaruh unsur-unsur musik India (terutama dari penggunaan tabla) dan Arab (pada cengkok dan harmonisasi). Perubahan arus politik Indonesia pada akhir tahun 1960-an membuka masuknya pengaruh musik barat yang kuat dengan masuknya penggunaan gitar listrik dan juga bentuk pemasarannya. Sejak tahun 1970-an dangdut bisa dikatakan telah matang dalam bentuknya yang kontemporer. Sebagai musik populer, dangdut sangat terbuka terhadap pengaruh bentuk musik lain, mulai dari keroncong, langgam, degung, gambus, rock, pop, bahkan house music. [1]
Asal istilah
Penyebutan nama "dangdut" merupakan
onomatope dari suara permainan tabla (dalam dunia dangdut disebut
gendang saja) musik India.
Putu Wijaya awalnya menyebut dalam majalah
Tempo edisi 27 Mei 1972 bahwa lagu
Boneka dari India adalah campuran lagu Melayu, irama padang pasir, dan "dang -ding-dut "India.
[2] Sebutan ini selanjutnya diringkas menjadi" dangdut "saja, dan oleh majalah tersebut digunakan untuk menyebut bentuk lagu Melayu yang terpengaruh oleh lagu India.
[2]
Pengaruh dan perkembangan
Sebuah pertunjukan musik dangdut modern di Plaza Surabaya.
Qasidah masuk ke Nusantara tahun 635 - 1600
Qasidah masuk Nusantara sejak
Agama Islam dibawa para saudagar Arab tahun 635, kemudian juga pedagang
Gujarat tahun 900 - 1200, pedagang Persia tahun 1300 - 1600 [3].
Nyanyian Qasidah biasanya berlangsung di masjid, pesantren dakwah agama Islam.
Gambus dan migrasi orang Arab mulai tahun 1870
Pada awal abad XX penduduk
Arab-Indonesia senang mendengarkan lagu gambus, dan sekitar tahun 1930,
Syech Albar (ayah dari
Ahmad Albar) mendirikan orkes gambus di Surabaya. Ia juga membuat rekaman piringan hitam dengan Columbia tahun 1930-an, yang laku di pasar
Malaysia dan Singapura.
Musik Melayu Deli tahun 1940
Musik Melayu Deli lahir sekitar tahun 1940 di Sumatera Utara bersama
Husein Bawafie dan
Muhammad Mashabi, kemudian menjalar ke Batavia dengan berdirinya
Orkes Melayu.
Irama Amerika Latin tahun 1950
Pada tahun 1950, musik Amerika Latin masuk ke Indonesia oleh
Xavier Cugat dan
Edmundo Ros serta
Perez Prado, termasuk Trio
Los Panchos atau
Los Paraguayos.
[Butuh referensi] Irama latin ini kemudian lekat dengan orang Indonesia. Kemudian berbagai lagu Minang juga muncul bersama
Orkes Gumarang, dan
Zainal Combo.
Dangdut kontemporer telah berbeda dari akarnya, musik Melayu, meskipun orang masih dapat merasakan sentuhannya. Pada tahun 1950-an dan 1960-an banyak berkembang orkes-orkes Melayu di
Jakarta yang memainkan lagu-lagu Melayu Deli dari Sumatera (sekitar Medan).
Dari musik Melayu Deli tahun 1940 ke Dangdut tahun 1968
Orkes Melayu (biasa disingkat OM, sebutan yang masih sering dipakai untuk suatu grup musik dangdut) yang asli menggunakan alat musik seperti
gitar akustik, akordeon, rebana,
gambus, dan
suling, bahkan gong. Musik Melayu Deli awalnya tahun 1940-an lahir di daerah Deli Medan, kemudian musik melayu deli ini juga berkembang di daerah lain, termasuk Jakarta. Pada masa ini mulai masuk eksperimen masuknya unsur India dalam musik Melayu. Perkembangan dunia sinema pada masa itu dan politik anti-Barat dari Presiden
Sukarno menjadi pupuk bagi grup-grup ini. Dari masa ini dapat dicatat nama-nama seperti
P. Ramlee (dari Malaya),
Said Effendi (dengan lagu Seroja),
Ellya (dengan gaya panggung seperti penari India, sang pencipta
Boneka dari India),
Husein Bawafie (salah seorang penulis lagu
Ratapan Anak Tiri),
Munif Bahaswan (pencipta
Beban Asmara), serta
M. Mashabi (pencipta skor film "Ratapan Anak Tiri" yang sangat populer pada tahun 1970-an). Gaya bermusik masa ini masih terus bertahan hingga 1970-an, meskipun pada saat itu juga terjadi perubahan besar di kancah musik Melayu yang dimotori oleh
Soneta Group pimpinan
Rhoma Irama. Beberapa nama dari masa 1970-an yang dapat disebut adalah Mansyur S., Ida Laila, A. Rafiq, serta Muchsin Alatas. Populernya musik Melayu dapat dilihat dari keluarnya beberapa album pop Melayu oleh kelompok musik pop
Koes Plus di masa jayanya.
Dangdut modern, yang berkembang pada awal tahun 1970-an sejalan dengan politik Indonesia yang ramah terhadap budaya Barat, memasukkan alat-alat musik modern Barat seperti gitar listrik, organ elektrik, perkusi, terompet, saksofon, obo, dan lain-lain untuk meningkatkan variasi dan sebagai lahan kreativitas pemusik-pemusiknya. Mandolin juga masuk sebagai unsur penting. Pengaruh rock (terutama pada permainan gitar) sangat kental terasa pada musik dangdut. Tahun 1970-an menjadi ajang 'pertempuran' bagi musik dangdut dan musik rock dalam merebut pasar musik Indonesia , hingga pernah diadakan konser 'duel' antara Soneta Group dan God Bless. Praktis sejak masa ini musik Melayu telah berubah, termasuk dalam pola bisnis bermusiknya. Pada paruh akhir dekade 1970-an juga berkembang variasi "dangdut humor" yang dimotori oleh OM Sinar Petromaks (PSP). Orkes ini, yang berangkat dari gaya musik melayu deli, membantu diseminasi dangdut di kalangan mahasiswa. subgenre ini diteruskan, misalnya, oleh OM Pengantar Minum Racun (PMR) dan, pada awal tahun 2000-an, oleh Orkes Pemuda Harapan Bangsa (PHB).
Interaksi dengan musik lain
Dangdut sangat elastis dalam menghadapi dan memengaruhi bentuk musik yang lain. Lagu-lagu barat populer pada tahun 1960-an dan 1970-an banyak yang didangdutkan. Genre musik gambus dan kasidah perlahan-lahan hanyut dalam arus cara bermusik dangdut. Hal yang sama terjadi pada musik
tarling dari
Cirebon sehingga yang masih eksis pada saat ini adalah bentuk campurannya: tarlingdut. Musik rock, pop, disko,
house bersenyawa dengan baik dalam musik dangdut. Aliran campuran antara musik dangdut & rock secara tidak resmi dinamakan Rockdut. Demikian pula yang terjadi dengan musik-musik daerah seperti jaipongan, degung, tarling, keroncong,
langgam Jawa (dikenal sebagai suatu bentuk musik
campur sari yang dinamakan
congdut, dengan tokohnya Didi Kempot), atau zapin.
Mudahnya dangdut menerima unsur 'asing' menjadikannya rentan terhadap bentuk-bentuk pembajakan, seperti yang banyak terjadi terhadap lagu-lagu dari film ala Bollywood dan lagu-lagu latin. Kopi Dangdut, misalnya, adalah "bajakan" lagu yang populer dari Venezuela.
Bangunan lagu
Lagu-lagu dangdut dapat menerima berbagai unsur musik lain secara mudah, meskipun demikian bangunan sebagian besar lagu dangdut sangat konservatif. Sebagian besar lagu dangdut tersusun dari satuan delapan
birama 4/4. Jarang sekali ditemukan lagu dangdut dengan birama 3/4, kecuali pada beberapa lagu masa 1960-an seperti
Burung Nuri dan Seroja.
Bentuk bangunan lagu dangdut secara umum adalah: A - A - B - A, namun dalam aplikasi kebanyakan memiliki urutan menjadi seperti ini [5]:
" | Intro - Eksposisi I - A - A - Eksposisi II - B - A - Eksposisi II - B - A - (coda) | " |
Bentuk bangunan lagu dangdut
Urutan bangunan lagu | Deskripsi |
Intro | Dapat merupakan pembuka pendek sepanjang 2 - 4 birama berupa permainan instrumental atau jaringan akord pembuka, bisa juga sebagai vokal resitatif (setengah deklamasi) yang mengungkapkan isi lagu dengan iringan akord terurai (broken chord) atau tanpa iringan, atau bisa juga berupa permainan seruling, kemudian Akses Eksposisi I atau Vokal. |
Eksposisi I atau Tampilan I | Adalah sajian instrumental yang berlangsung selama 4 - 8 birama, dengan instrumen suling, organ, gitar, bahkan sitar atau mandolin secara bergantian. Eksposisi adalah Tampilan kelompok band, berupa aransemen kebolehan band yang disajikan secara khusus untuk memperlihatkan kemampuan. Tampilan I bisa dihilangkan kalau dari Intro langsung masuk Vokal. |
Verse A | Biasanya berupa melodi dengan nada rendah dan datar sebagai ungkapan pertama isi lagu atau proposta. |
Eksposisi II atau Tampilan II | Berupa sajian yang kedua instrumental kemampuan band, dan Tampilan II harus ada (tidak dapat ditiadakan) dan sebagai penghubung Verse A dengan Verse B, juga instrumental bergantian antara organ, suling, gitar, atau sitar dan mandolin. |
Verse B | Biasanya berupa melodi dengan nada tinggi dan berapi-api menjelaskan lebih lanjut isi lagu, atau juga riposta terhadap Verse A. Lirik bagian kedua biasanya berisi konsekuensi dari situasi yang digambarkan bagian pertama atau tindakan yang diambil si penyanyi untuk menjawab situasi itu. |
Eksposisi II atau Tampilan II | Diulang lagi, berupa sajian yang ketiga instrumental kemampuan band, dan Tampilan II harus ada (tidak dapat ditiadakan) dan sebagai penghubung Verse A dengan Verse B, juga instrumental bergantian antara organ, suling, gitar, atau sitar dan mandolin. |
Verse B | Mengulang dari Verse B sebelumnya, isinya sama persis dengan Verse B sebelumnya. |
Verse A | Disajikan sekali lagi untuk menutup lagu, sama persis dengan Verse A sebelumnya. |
Coda (optional, bisa dihilangkan) | Di akhir lagu kadang-kadang ada koda sepanjang empat birama, namun juga bisa ditiadakan langsung berhenti, atau diakhiri dengan fade away (jarang terjadi). |
Lagu dangdut umumnya juga miskin improvisasi, baik
melodi maupun harmoni. Sebagai musik pengiring tarian, dangdut sangat mengandalkan ketukan tabla dan sinkop.
Dangdut dalam budaya kontemporer
Penyanyi dangdut Yan Vellia di Pesta Kesenian Rakyat di Pacitan.
Rhoma Irama menjadikan dangdut sebagai alat berdakwahnya, yang terlihat dari lirik-lirik lagu ciptaannya serta dari pernyataan yang dikeluarkannya sendiri. Hal ini menjadi salah satu pemicu polemik di Indonesia pada tahun 2003, akibat protesnya terhadap gaya panggung para penyanyi dangdut, antara lain
Inul Daratista, yang
goyang ngebor -nya yang dicap dekaden serta "merusak moral". Jauh sebelumnya, dangdut juga telah mengundang perdebatan dan berakhir dengan pelarangan panggung dangdut dalam perayaan
Sekaten di Yogyakarta. Perdebatan muncul lagi-lagi akibat gaya panggung penyanyi (wanita) -nya yang dinilai terlalu "terbuka" dan berselera rendah, sehingga tidak sesuai dengan misi Sekaten sebagai suatu perayaan keagamaan. Dangdut memang disepakati banyak kalangan sebagai musik yang membawa aspirasi kalangan masyarakat kelas bawah dengan segala kesederhanaan dan kelugasannya. Ciri khas ini tercermin dari lirik serta bangunan lagunya. Gaya pentas yang sensasional tidak terlepas dari napas ini.
Panggung kampanye partai politik juga tidak ketinggalan memanfaatkan kepopuleran dangdut untuk menarik massa. Isu dangdut sebagai alat politik juga menyeruak ketika
Basofi Sudirman, pada saat itu sebagai fungsionaris
Golkar, menyanyi lagu dangdut. [Butuh referensi] Meskipun dangdut diasosiasikan dengan masyarakat bawah yang miskin, bukan berarti dangdut hanya digemari kelas bawah. Di setiap acara hiburan, dangdut dapat dipastikan turut serta meramaikan situasi. Teater dangdut dapat dengan mudah ditemukan di berbagai tempat.
Tempat hiburan dan diskotek yang khusus memutar lagu-lagu dangdut banyak dijumpai di kota-kota besar. Stasiun radio siaran yang menyatakan dirinya sebagai "radio dangdut" juga mudah ditemui di berbagai kota.
Dangdut di Era Millenium
Dangdut Koplo lahir di Indonesia lahir sejak tahun 2000 yang dipromotori oleh kelompok-kelompok musik Jawa Timur. Namun saat itu masih belum menasional seperti sekarang ini. 2 tahun kemudian, variasi atau cabang baru bagi musik dangdut ini semakin fenomenal, setelah area 'kekuasaannya' luas ke beberapa wilayah seperti di Jogja dan beberapa kota di Jawa Tengah lainnya. Salah satu hal yang membuat genre ini sukses dalam memperlebar daerah 'kekuasaannya' adalah vcd bajakan yang begitu mudah dan murah didapatkan masyarakat sebagai 'alternatif' hiburan masyarakat dari vcd / dvd original artis -artis / selebriti nasional yang dinilai mahal. Kesuksesan vcd bajakan tersebut juga dibarengi dengan fenomena "goyang ngebor"
Inul Daratista.
Fenomena itulah yang sebenarnya membuat popularitas Dangdut Koplo tumbuh di se-antero Indonesia. Apalagi setelah goyang ngebor inul itu tercium oleh beberapa media-media televisi swasta nasional. Oleh karenanya, masyarakat Indonesia semakin mengenal Dangdut Koplo dan juga Inul itu sendiri.
Tapi, fenomena itu bukan berarti tak ada masalah. Sang Raja Dangdut Indonesia,
Rhoma Irama adalah seniman Dangdut senior pertama yang nyata-nyata menentang Inul karena goyang ngebornya itu. Munculnya Inul dengan fitur goyangan khas itu ditentang Rhoma karena berbau pornografi yang mengakibatkan dekadensi moral. Tak hanya itu, sang Raja juga kuatir jika hal ini dibiarkan saja, akan tumbuh-tumbuh goyangan porno model lain yang dilakukan penyanyi-penyanyi di daerah untuk ikut-ikutan 'mengekor' si ratu goyang ngebor itu.
Pertandingan Rhoma terhadap aksi Inul dan beberapa tokoh dangdut lain ternyata mendapat 'sambutan' dari para pembela Inul. Baik itu masyarakat umum atau seniman-seniman Indonesia lainnya (dan bahkan melibatkan ahli hukum). Sejak itulah pro-kontra terhadap Inul menjadi headline news di media -media di Indonesia dan bahkan beberapa media-media Internasional seperti BBC News.
Pro-kontra dan kontroversi itu ternyata semakin mempopulerkan Inul itu sendiri, Dangdut Koplo dan artis-artis dangdut lainnya. Benar kata sang Raja, karena munculnya Inul tersebut diikuti oleh munculnya artis-artis pendatang baru yang juga membawa identitas goyangan, seperti goyang ngecor ala Uut Permatasari dan Goyang patah-patah ala Anisa Bahar. Hal tersebut membuat sang Raja dan para penentang lain semakin sedih. Munculnya artis atau penyanyi Dangut baru karena kontroversi itu juga semakin mempopulerkan Dangdut Koplo. Berturut-turut setelah Uut dan Anisa Bahar, muncul nama lain seperti Dewi Persik, Julia Perez, Shinta Jojo waktu itu.
Di sisi lain, Dangdut sedang berbenah melalui Konggres PAMMI untuk memilih calon ketua baru. Dalam kesempatan itu, Rhoma kembali terpilih sebagai ketua PAMMI. Salah satu pernyataan yang cukup menghebohkan juga adalah bahwa Rhoma secara terang-terangan melarang dan menggunakan embel-embel Dangdut karena telah menyimpang dari pakem Dangdut sehingga seharusnya aliran tersebut berdiri sendiri. Salah satu alasannya yang populer adalah karena Dangdut Koplo melahirkan penyanyi Dangdut dengan goyangan erotis dan penampilan vulgar.
Sayang, pernyataan dia seperti tak pernah didengarkan oleh para pelaku Dangdut terutama penyanyi. Justru hal itu seolah semakin mengeksiskan Dangdut Koplo itu sendiri disamping produktifitas Dangdut non koplo yang sepi dan kalah bersaing dengan peredaran vcd / dvd bajakan yang semakin meluas. Di sisi lain, penyanyi pendatang baru juga semakin membludak, baik itu yang bersifat lokal atau nasional, begitu juga dengan grup-grup Dangdut koplo juga semakin banyak, ata grup yang tadinya beraliran klasik atau rock Dangdut, berganti haluan menjadi Dangdut koplo.
Mungkin masyarakat Indonesia sudah banyak yang tahu artis-artis pendatang seperti
Ayu Ting Ting,
Siti Badriah,
Zaskia Gotik,
Trio Macan, Melinda dan sebagainya, atau grup Dangdut Koplo Jawa timuran yang semakin populer di Indonesia. Itu semua justru terjadi karena kontroversi-kontroversi tersebut.
Tokoh-tokoh
Setelah tahun 2000
Era tahun 1990-an
Penyanyi Tahun 1970 - 1980
Penyanyi era tahun 1970-an